Monday, December 22, 2008

SEPPS: MENGAMATI PENGELOLAAN ASET PEMPROVSU
Oleh:
Muhammad Ishak *)

Pemilihan sistem desentralisasi oleh pemerintah, membawa implikasi luas terhadap pengelolaan kepemerintahan di setiap aspek yang ada di sekitar pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah termasuk juga Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Beberapa aspek tersebut diantaranya adalah masalah pengelolaan aset baik bersifat potensial maupun nyata (riil). Artinya, aset-aset apa saja yang masih bersifat potensial (belum tampak) dan aset-aset apa saja yang telah bersifat nyata, masih memerlukan suatu bentuk pengelolaan yang lebih baik dan profesional. Baik bermakna bahwa semua aset apakah potensial maupun riil adalah benar-benar telah menjadi bagian dari harta kekayaan yang dimiliki Pemprovsu yang secara fisik dan legal adalah sah adanya menjadi bagian harta kekayaan Pemprovsu. Sedang profesional memiliki makna bahwa apa-apa yang telah menjadi bagian dari harta kekayaan tadi, mampu memberi kontribusi relatif signifikan dalam mencapai visi dan misi Pemprovsu. Inilah bentuk yang idial pengelolaan aset yang dituntut oleh UU Otonomi Daerah. Lihat saja, bagaimana institusi pemeriksa tertinggi di negeri ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah lama memberikan perhatian pada aspek harta kekayaan pemerintah yang pada gilirannya, juga menjadi hal yang harus mereka audit. Pengauditan itu, mereka awali dari cara-cara mendapatkan aset hingga pada evaluasi kinerja aset atau kontribusi yang diberikan oleh aset tersebut terhadap pencapaia visi dan misi.

Pengelolaan Aset
Bagaimana dengan bentuk pengelolaan aset yang dimiliki oleh Pemprovsu, masih menjadi suatu pertanyaan yang relatif menyita waktu dan pemikiran para aparatur di lingkungan Pemprovsu. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK yang menunjukan bahwa Neraca Pemprovsu yang menggambarkan posisi keuangan Pemprovsu termasuk pula aset, untuk tahun 2006 dinyatakan belum sesuai dengan standar akuntansi (sesuai dengan PP No 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah). Artinya, aset yang disajikan oleh pihak Pemprovsu di dalam Neraca Daerah Pemprovsu tahun 2006, sukar untuk diyakini kebenarannya. Kenyataan ini merupakan 1 kondisi dari beberapa kondisi yang ada terhadap masalah aset tersebut seperti masalah kesinerjian aset dan kinerja aset tersebut, dimana masalah kesinerjian dan kinerja aset merupakan masalah terpenting yang ada di seputar pengelolaan aset daerah termasuk aset daerah Pemprovsu.
Sebelum membicarakan masalah kesinerjian dan kinerja aset yang dimiliki Pemprovsu, melirik ke belakang agar apa-apa yang akan dilakukan nantinya tidak lagi bersifat mengulang kekeliruan yang semestinya bisa dihindari, adalah penting untuk disimak. Katakanlah seperti masalah masih banyaknya aset Pemprovsu yang belum memiliki peran yang jelas dalam menunjang pencapaian visi misi Pemprovsu. Pengamatan kondisi ke belakang tersebut, dapat dimulai dengan memunculkan pertanyaan seperti mengapa suatu aset perlu diadakan/dihadirkan? Mengapa pula diperlukan aset berupa dan bertipe seperti ini dan tidak seperti itu, yang mana jika seperti ini akan mengorbankan banyak sumberdaya sebab harganya mahal, dan lain sebagainya. Mengapa pula perlu membangun suatu bangunan. Semua pertanyaan seperti ini, oleh pihak aparatur di lingkungan Pemprovsu, dapat kita pastikan akan memberikan jawaban yang sejenis yaitu karena diperlukan untuk mendukung operasional Pemprovsu yang akhirnya akan dapat mengarahkan operasional tersebut ke arah pencapaian visi misi Pemprovsu. Lalu muncul pertanyaan yang lebih mendalam sifatnya yaitu apakah 1 jenis aset dengan aset lainnya dapat bersinerjik kerjanya yang pada gilirannya akan memunculkan efisiensi atau penghematan? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang logis yang akan melogiskan kegiatan pengadaan aset untuk dituangkan ke dalam APBD Pemprovsu. Sebab, masih segar dalam ingatan kita bahwa penyusunan anggaran pemerintah baik pusat maupun daerah (APBD atau APBN) disusun dengan pendekatan kinerja yang berlandaskan pada paradigma value of money. Artinya, sekecil apapun dana yang dianggarkan untuk suatu belanja, harus memiliki kontribusi yang jelas terhadap pencapaian visi misi instansi yang menganggarkan dana tersebut. Di sinilah baru diketahui akan keseriusan pihak aparatur pengusul anggaran dalam menyusun anggaran guna mendukung operasional instansi pengusul anggaran tersebut termasuk pula anggaran yang diusulkan untuk pengadaan suatu jenis aset. Bagaimana mungkin bisa diterima secara logis jika dana yang diperlukan untuk menghadirkan suatu jenis aset tertentu mengandung ketidak jelasan kontribusi yang akan disumbangkan aset tersebut dalam rangka pencapaian visi misi instansi pengusul. Atau, bagaimana mungkin bisa logis jika suatu aset yang diusulkan untuk diadakan namun telah pernah ada sebelumnya walaupun keberadaan aset tersebut di instansi lain, sementara aset yang telah ada tersebut tetap masih belum maksimal pemanfaatannya oleh instansi yang menguasai tersebut. Inilah kondisi-kondisi yang sangat berpotensi untuk menciptakan aset-aset yang tidak bertuan. Sebab, hanya aset yang bertuanlah yang mempu memberikan kontribusi maksimal bagi kepentingan tuannya.
Lalu, bagaimana pula dengan pola dan arah perencanaan terhadap pengelolaan aset yang ada di lingkungan Pemprovsu. Jawaban pertanyaan ini adalah menjadi kunci keberhasilan Pemprovsu dalam melakukan pengelolaan terhadap aset yang dimilikinya. Apakah Pemprovsu telah memiliki suatu bentuk evaluasi yang komprehensif atas pemanfaatan satu aset di satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau di beberapa SKPD yang ada di lingkungan Pemprovsu. Mengenai pola/bentuk perencanaan terhadap pengelolaan aset tersebut, dapat dilihat melalui munculnya mata anggaran dalam APBD yaitu anggaran pemeliharaan aset. Oleh karenanya, masalah pemeliharaan ini, akan muncul terus di APBD. Lantas, untuk apa aset itu perlu pemeliharaan? Atau mau diarahkan ke mana pemeliharaan itu tadi? Jawaban dari pertanyaan ini, sudah semestinya mengarah pada pencapaian visi misi. Sehingga, jawaban yang berbasis pada visi misi Pemprovsu adalah jawaban yang sangat logis untuk diterima agar kegiatan pemeliharaan tersebut logis pula dimasukkan ke dalam APBD Pemprovsu.

Simpulan
Melihat peliknya masalah pengelolaan aset ini, maka langkah awal yang dilakukan oleh pihak Pemprovsu yaitu dengan membentuk task force aset sebagai tim yang mendampingi Pansus Aset DPRD Sumut adalah langkah awal yang tepat. Namun, tidaklah cukup jika tim ini hanya bertugas untuk mengumpulkan data dan informasi aset saja. Tetapi, lebih jauh lagi yaitu juga bertugas untuk memberikan evaluasi atas kinerja masing-masing aset. Selain itu, tim juga hendaknya telah memiliki suatu paradigma jauh ke depan yang secara komprehensif atas pemanfaatan aset menuju pencapaian visi misi Pemprovsu. Sebab, bukan tidak jarang terjadi bahwa 1 jenis aset yang dimiliki oleh 1 SKPD tidak termanfaatkan secara maksimal oleh SKPD tersebut namun oleh SKPD lain, mengusulkan untuk mengadakan aset sejenis tersebut di APBD. Apakah tidak lebih profesional jika aset tersebut dialihkan penguasaannya ke SKPD yang mengusulkan tadi sehingga lebih dapat dioptimalkan kinerja aset tersebut yang tentunya diperlukan sebuat kajian pula.